ETOS KERJA , ETIKA PROFESI DAN PROFESIONALISME BAGI ARSITEK DALAM BERKARYA
PENGANTAR
Pembangunan kota-kota di Indonesia yang berlangsung saat
ini cukup pesat, tumbuhnya kawasan-kawasan industri, perumahan,
perdagangan, wisata dan budaya serta gedung-gedung yang mengisinya
tentunya tidak lepas dari peran para arsitek penggagasnya . apabila kita
cermati fenomena yang berkembang saat ini di masyarakat, baik buruknya
perkembangan kota dan bangunan pengisinya tersebut yang dituding paling
bertanggung jawab adalah rekan-rekan arsitek kita. Pada satu sisi, kondisi
ini merupakan hal positif bagi para arsitek aoabila rancangan yang
dihasilkan dapat memenuhi keinginan masyarakat pengguna dan membawa
kemaslahatan bagi banyak orang, tetapi menjadi sebaliknya merupakan
musibah bagi para arsitek apabila rancangan yang dihasilkan membawa
ketidak nyamanan bagi pengguna dan banyak orang di lingkungannya. Keduanya
membawa dampak moral yang terus akan mengikuti para arsitek
penggagasnya selama bangunan/obyek rancangannya masih berdiri atau
bahkan sampai si arsitek tersebut telah meninggal dunia.
Profesi arsitek terus berkembang setiap tahunnya sedangkan pekerjaan
yang tersedia belum sebanding, dan apabila dilihat dalam konstelasi
pekerjaan pembangunan yang berkembang saat ini, keberadaan seorang
arsitek menjadi lebih sempit kiprahnya. hal ini tentunya menyebabkan
tingkat persaingan yang semakin tinggi, Persaingan yang positif tentunya
merupakan sesuatu yang membanggakan, karena si arsitek berupaya
meningkatkan kemampuan dan kinerjanya dalam memberikan layanan jasa pada
pemberi pekerjaan, sehingga memang pantas si arsitek tersebut
mendapatkan pekerjaan itu, tetapi persaingan yang negatifpun banyak kita
jumpai di dunia konsultansi, fee perencanaan yang rendah, kualitas
perencanaan yang kurang baik dengan memanfaatkan ketidak tahuan pengguna
jasa arsitek, ketidak pedulian arsitek pada lingkungan dan regulasi
yang berlaku, dsb , sering dikeluhkan dilingkungan arsitek atupun pemberi pekerjaan.
Kiranya penting untuk memberikan pemahaman tentang kode etik, profesi
dan etos kerja sedini mungkin bagi seorang calon arsitek, harapannya
ketika nantinya berkarya telah berbekal pemahaman bagaimana seharusnya
arsitek itu berkarya secara benar. Karena harus disadari bahwa berhasil
atau gagalnya suatu proses pembangunan atau penciptaan karya, akan
menyangkut pula seberapa besar kemampuan, keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki oleh seorang arsitek dan seberapa kemauan si arsitek dalam
menumpahkan seluruh kemampuan, ketrampilan dan keahliannya dalam
pekerjaan pembangunan yang menjadi tanggung jawabnya.
Arsitek bukan ‘masterbuilder’
Dalam pekerjaan pembangunan, Arsitek ncangan arsitektur, tata ruang dan estetika.
Hal diatas dapat juga dipahami mengingat pada
kurikulum pendidikan arsitektur yang terdapat pada perguruan tinggi
penghasil para sarjana teknik arsitektur, pengurangan jumlah SKS dan
lama waktu studi serta keberadaan mata kuliah pilihan yang diadakan
untuk menjawab pasar menguatkan kondisi tersebut. Yang masih
menggembirakan adalah dalam proses penciptaan sejak masa kuliah atau
pengalaman, calon arsitek dibekali dan memebekali dirinya dengan
kemampuan dan ketrampilan yang khas, keahlian berpikir mengurai dan
memadukan analisis sekaligus sintesis, mengolah seni, keteknikan dan
kegunaan, kemampuan memandang secara spatial dan total. Melihat bagian
dalam keseluruhan dan keseluruhan dalam bagian. Belum lagi kemampuan
melihat ‘ciptaan yang belum tercipta’, keahlian-keahlian inilah yang
tetap menempatkan arsitek pada posisi penting dalam proses pekerjaan
pembangunan nantinya. ( bambang supriyadi, perencanaan dan perancangan arsitektur, 2006).
Di
lingkup Asia atau bahkan dunia sepakat bahwa yang dimaksud dengan
arsitek professional itu adalah arsitek berpendidikan S1 ( lima Tahun ),
sedangkan pendidikan arsitektur di Negara kita hanya 4 tahun ( S1 ),
sehingga ke depan diharapkan muncul pendidikan profesi 1 tahun sebagai
wujud pemberian bekal yang lebih aplikatif dan mendasari kemampuan calon
arsitek yang akan berkarya.
Perkembangan Peran Arsitek Dalam Konstelasi Proyek.
Secara
tradisional. Arsitek dan pemberi tugas mempunyai hubungan langsung,
seiring dengan besarnya skala pekerjaan, terdapat berbagai bentuk
variasi pola hubungan kerja, baik secara vertical ataupun horizontal. Secara
horizontal, berbagai macam disiplin ilmu ini dapat berasal dari satu
perusahaan yang bersifat “ in-house”. Pengembangan dari pola horizontal
ini adalah masing-masing disiplin ilmu merupakan individu perusahaan dan
langsung berhubungan dengan pemberi tugas. Variasi dari pengembangan
horizontal ini adalah bahwa masing-masing konsultan ini berhubungan
dengan pemberi tugas melewati badan/perusahaan menejemen proyek, bahkan
dalam beberapa kasus posisi arsitek perencana dapat saja terdiri dari
gabungan beberapa arsitek/konsultan arsitek.
Secara
vertical untuk kasus tertentu, pemberi tugas tidak hanya mengandalkan
satu lapis arsitek, tetapi dari beberapa lapisan arsitek, mulai dari
arsitek konseptor, arsitek pengembangan disain, arsitek pendokumentasi
proyek ( architect of record ).
Negara
kita yang secara praktek menganut perdagangan bebas ( AFTA, APEC dan
WTO) memungkinkan para pemilik proyek mencari arsitek/konsultan asing,
terutama sebagai konseptor dan pengbang disain. Keanekaan ini jelas
merupakan tantangan lebih lanjut bagi para arsitek yang berpraktek,
tinggal bagaimana mensikapi dan membekali diri untuk memenangkan
persaingan.
Pada tingkatan ini Pengguna jasa/ pemilik proyek menganggap etos kerja profesi arsitek itu adalah :
- Seorang yang menjunjung tinggi etika dan tata laku profesi dengan tertib
- Seorang terpercaya yang dapat mendampingi atau mewakili pemilik /pengguna jasa dalam melaksanakan proses pembangunan.
- Orang yang berkepribadian luhur, jujur dan trampil dalam keahliannya dan berdedikasi terhadap profesinya.
- Seorang yang adil dan bijaksana dalam menimbang, sehingga orang lain tidak dirugikan
- Seorang yang berupaya memberikan yang terbaik dalam keahliannya untuk kepentingan semua yang terlibat didalam proses pembangunan( pedoman hubungan kerja antara arsitek dan pemberi tugas, IAI, 1986 )
Anggapan pengguna jasa/pemilik proyek terhadap profesi arsitek tersebut menuntut arsitek untuk memiliki sifat :
- Komunikatif, berkaitan dengan kemudahan akses, kontak person dan kelancaran informasi perkembangan pembangunan terjaga dan penguasaan bahasa asing.
- Berpengalaman, berkaitan dengan pengalaman arsitektural, teknis, kepranataan dan kepekaan lingkungan.
- jujur dan bertanggung jawab, berkaitan dengan karya, informasi, kepranataan dan perhitungan fee.
- Kreatif, berkaitan dengan kemampuan teknis disain, estetis dan menejerial.
- effektif dan effisien, berkaitan dengan kemampuan menghitung estimasi biaya berdasarkan harga satuan terbaru secara rinci, kemampuan melaksanakan ‘value enginerring’ terhadap biaya pelaksanaan, kemampuan pemilihan metoda pelaksanaan pembangunan dengan teknologi yang tepat agar dapat menghemat waktu serta biaya pembangunan serta kemampuan memilih bahan bangunan yang tepat, cepat pemasangannya tanpa mengurangi estetika.
- mempunyai sense of business. Hal ini berkaitan dengan investor atau pengembang, yaitu kemampuan memahami akuntansi, studi kelayakan, cashflow, mempunyai keuletan tinggi, kearifan terhadap idealisme serta kemampuan lobby.( Soeroso,SR, Pandangan dan harapan pengguna Jasa thd Arsitek, 2007 )
Etika Profesi, Kode Etik dan Etos Kerja Profesi Arsitek
Kata
‘Profesi’ ( profession ) berarti mengaku/menyatakan diri secara
gambling/tegasdan terbuka di depan umum. Pengertiannya adalah ‘panggilan
( vokasi) yang berdasar pada latihan keahlian khusus ( desain ) yang
panjang untuk dapat memberikan layanan tertentu kepada public”.
Didalam
praktek pada hakikatnya, profesi adalah keahlian tertentu yang
diabdikan sebagai suatu pengikatan janji(komitmen) oleh ahlinya dalam
mencari nafkah dengan berkarya. Berprofesi adalah lebih dari sekedar
bekerja ( okupasi ), peofesi juga lebih dari sekedar panggilan ( vokasi
). Profesi bersifat, dipresentasikan dengan bekerja dan berkarya secara
penuh purna waktu dengan penuh pengabdian ( dedikasi ) dan kecintaan
yang dalam ( devosi ).
Jadi
profesi itu bersumber pada bagian yang terdalam dalam diri manusia yang
kemudian dimanivestasikan dalam bentuk panggilan nurani, untuk berkarya
dengan pengabdian, pengamalan ilmu dan keahlian untuyk kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Profesi
pada akhirnya mempunyai arti baku sebagai suatu pekerjaan ( occupation )
dengan cirri-ciri suatu pengakuan di depan umum mengenai keahlian (
skill ), keilmuan ( learning ) dan kepakaran ( expertise ) yang
ditawarkan sebagai jasa yang menyangkut kepentingan orang lain.
Proses
menyatakan diri tidak dapat langsung begitu saja, tetapi melalui
tahapan dalam suatu proses. Harus ada yang menyatakan bahwa seseorang
itu “ ahli ‘ dan tidak bias lain, yang berhak menyatakan adalah
‘kelompok’ yang juga memiliki keahlian dibidang yang sama dan kelompok
ini merupakan embrio kelahiran ‘organisasi profesi’. Organisasi ini yang
kemudian menetapkan criteria dan syarat untuk menyatakan seseorang
adalah ahli dan dapat menjadi anggota kelompoknya. Dalam konteks ini
kelompok ini adalah Ikatan Arsitek Indonesia ( IAI ).
Menghayati
bahwa profesi adalah panggilan nurani, maka praktek berprofesi menuntut
dijalankannya kwajiban etis terhadap masyarakat. Kwajiban-kwajiban etis
yang dirasakan dan disepakati olehkomunitas profesi dibidangnya
masing-masing, secara formal diujudkan menjadi ‘Kode Etik’ dan
disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok itu.
IAI
menyusun etika profesinya kedalam kode etik arsitek dan tata laku
profesi arsitek yang wajib dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh
anggota-anggotanya dalam menjalankan profesi. Penerapan Etika Profesi memberikan konsekuensi langsung pada tiga tanggung jawab, yaitu:
- Responsibility, tanggung jawab moreal.
- Liabilitry, tanggung jawab pada ikatan janji.
- Accountability, tanggung jawab pada kontrak perjanjian.
Profesi, professional dan berprofesi
Dalam pengertian tersebut di atas, maka dalam profesi harus dicakup :
- Adanya keahlian khusus
- Adanya tanggung jawab
- Adanya kesejawatan
Bahwa Tujuan Berprofesi adalah :
- Memberikan karya yang terbaik yang bias dihasilkan
- Sebesar-besarnya memberikan perlindungan kepada masyarakatnya.
Bahwa Kaidah berprofesi adalah :
- Mencari nafkah dengan mengabdikan keahlian sebagai pelayanan untuk kepentingan masyarakat.
- Tidak merugikan masyarakat dengan menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dan oleh karena itu memiliki pegangan kode etik dan kaidah tata laku profesi.
Bahwa pengertian professional adalah seorang yang mencari nafkah dengan berprofesi yang berciri utama sebagai berikut :
- Mandiri-independent
- Bekerja penuh, purna waktu
- Berorientasi pada pelayanan, mengabdi pada kepentingan umum
- Memiliki keahlian khusus yang berlatar belakang pendidikan tertentu
- Tereus menerus mengembangkan ilmu dan keahliannya
- Profesional juga berarti cara kerja yang tertib, bertanggung jawab, bertanggung bayar dan bertanggung gugat.
Praktek
berprofesi berarti melaksanakan janji komitmen bagi si-profesional,
untuk berkarya sebaik-baiknya melalui hubungan antara dia dan masyarakat
yang membutuhkan keahliannya dan mempercayainya. Interaksi
dalam hubungan kerja ini merupakan hal yang terpenting dalam praktek
berprofesi. Hubungan kerja ini terutama didasarkan oleh saling percaya.
Aturan hubungan kerja professional harus diwujudkan dalam bentuk
pegangan yang disatu pihak berbentuk landasan hokum untuk menjamin
perlindungan terhadap masyarakat yang menggunakan jasa professional itu,
serta untuk menjamin nafkah bagi dan dapat dihasilkannya karya yang
terbaik oleh siprofesional. Dilain pihak berbentuk kode etik dan kaidah
tata laku profesi, untuk menjamin terhindarnya tindakan
kesewenang-wenangan. Esensi dari peraturan/perundangan tentang profesi
adalah mengatur seluk beluk interaksi dalam praktek berprofesi, untuk
tujuan sebesar-besarnya memperoleh hasil karya yang terbaik dan jaminan
perlindungan kepada masyarakat.
PENUTUP
Bertambahnya
jumlah arsitek yang berkarya dan terbatasnya jumlah pekerjaan
pembangunan yang tersedia tentunya akan meningkatkan persaingan antar
arsitek, persinggungan tentunya acapkali terjadi, kedepa tinggal
bagaimana para arsitek mensikapinya. Dengan memahami dan menerapkan
kaidah tata laku profesi arsitek diharapkan masing-masing arsitek baik
secara indifidu ataupun institusi memacu diri untuk meningkatkan
kemampuan dalam menjalankan profesi arsiteknya dengan penuh tanggung
jawab dan bermartabat.